GTK – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim bersama Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan seluruh kepala daerah untuk memastikan kebijakan pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 terlaksana dengan baik di daerah.
“Prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19,” jelas Mendikbud dalam rapat koordinasi (rakor) bersama Kepala Daerah seluruh Indonesia tentang Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, secara daring, Rabu (2/9/2020).
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan inisiatif untuk menghadapi kendala pembelajaran di masa pandemi Covid-19, seperti revisi surat keputusan bersama (SKB) Empat Menteri yang telah diterbitkan tanggal 7 Agustus 2020, untuk menyesuaikan kebijakan pembelajaran di era pandemi saat ini. Selain itu, sekolah diberi fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa di masa pandemi, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait kurikulum pada masa darurat.
“Kemendikbud juga melakukan inisiatif membantu mengatasi kendala yang dihadapi guru, orang tua, dan anak selama pembelajaran jarak jauh,” tutur Mendikbud.
Mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran, berbagai masukan dari para ahli dan organisasi serta mempertimbangkan evaluasi implementasi SKB Empat Menteri, Pemerintah melakukan penyesuaian terkait pelaksanaan pembelajaran di zona kuning dan hijau dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Bagi daerah yang berada di zona oranye dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah (BDR). Berdasarkan data per 23 Agustus 2020 dari http://covid19.go.id terdapat sekitar 48 persen peserta didik masih berada di zona merah dan oranye. Sementara itu, sekitar 52 persen peserta didik berada di zona kuning dan hijau.
Prosedur pengambilan keputusan pembelajaran tatap muka di zona kuning dan hijau, kata Mendikbud, tetap dilakukan secara bertingkat seperti pada SKB sebelumnya. Pemda/kantor/kanwil Kemenag dan sekolah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apakah daerah atau sekolahnya dapat mulai melakukan pembelajaran tatap muka. “Bukan berarti ketika sudah berada di zona hijau atau kuning, daerah atau sekolah wajib mulai tatap muka kembali ya,” Mendikbud menjelaskan.
Mendikbud juga menekankan, bahwa sekali pun daerah sudah dalam zona hijau atau kuning, serta Pemda dan sekolah sudah memberikan izin pembelajaran tatap muka, keputusan terakhir ada di orang tua. Apabila orang tua tidak mengizinkan putra-putrinya mengikuti pembelajaran tatap muka, maka anaknya tetap melanjutkan belajar dari rumah. “Pembelajaran tatap muka di sekolah di zona kuning dan hijau diperbolehkan, namun tidak diwajibkan,” tegas Mendikbud.
Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning dalam revisi SKB Empat Menteri dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua jenjang tersebut. Sementara itu untuk PAUD dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.
“Selain itu, dengan pertimbangan bahwa pembelajaran praktik adalah keahlian inti SMK, pelaksanaan pembelajaran praktik bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucap Mendikbud.
“Evaluasi akan selalu dilakukan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama Kepala Satuan Pendidikan akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 untuk memantau tingkat risiko Covid-19 di daerah,” imbuh Mendikbud.
“Apabila terindikasi dalam kondisi tidak aman, terdapat kasus terkonfirmasi positif Covid-19, atau tingkat risiko daerah berubah menjadi oranye atau merah, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” tegas Mendikbud.
Sejak Maret 2020, Kemendikbud telah melakukan penyesuaian kebijakan pendidikan, serta menyediakan inisiatif dan solusi di masa pandemi Covid-19. Pada bulan Maret, terdapat pembatalan ujian nasional, ujian sekolah tidak perlu mengukur ketuntasan kurikulum, sekolah yang belum melaksanakan ujian dapat menggunakan nilai lima semester terakhir untuk menentukan kelulusan siswa, mekanisme PPDB tidak mengumpulkan siswa dan orang tua, PPDB jalur prestasi berdasarkan akumulasi nilai rapor dan prestasi lain.
Bulan Maret s.d. April 2020, Kemendikbud melakukan penyediaan kuota gratis, realokasi anggaran Pendidikan Tinggi sebesar Rp 405 M untuk Rumah Sakit Pendidikan Perguruan Tinggi Neger dan Perguruan Tinggi Swasta, realokasi anggaran Kebudayaan Rp 70 M untuk kegiatan Belajar dari Rumah melalui TVRI, peluncuran portal Guru Berbagi, relaksasi penggunaan BOS dan BOP untuk pembayaran honor guru, serta pembelajaran daring.
Bulan Mei s.d. Juni 2020, Kemendikbud memberikan bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk 410 ribu mahasiswa, BOS Afirmasi dan BOS Kinerja diperluas cakupannya untuk sekolah swasta (bukan hanya sekolah negeri). Pada bulan Juli s.d. Agustus 2020, sekolah di zona hijau dan kuning diperbolehkan melakukan pembukaan kembali, zona lain masih dilarang, peluncuran kurikulum dalam kondisi khusus, dan Pemberian modul pembelajaran bagi PAUD dan SD.
Kemendikbud juga akan memberikan bantuan subsidi kuota internet untuk siswa, guru, mahasiswa dan dosen selama empat bulan (September s.d. Desember 2020). Besaran bantuan, siswa 35 GB/bulan, guru 42 GB/bulan, serta mahasiswa dan dosen 50 GB/bulan. Kepala satuan pendidikan harus melengkapi nomor telepon seluler (handphone) peserta didik yang aktif melalui aplikasi dapodik sebelum 11 September 2020.
Sumber : https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/kebijakan-kemendikbud-di-masa-pandemi